Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 1% hanya dengan memperbaiki administrasi pajak, menurut laporan terbaru dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Temuan ini diungkapkan dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024, yang dirilis pada Selasa (26/11).
OECD menjelaskan bahwa dengan melakukan perbaikan pada sistem administrasi pajak, Indonesia bisa meraih tambahan pendapatan sekitar Rp208,92 triliun, atau setara dengan 1% dari total PDB Indonesia. Mengacu pada data BPS, PDB Indonesia pada 2023 tercatat mencapai Rp20.892,4 triliun.
“Peningkatan penerimaan pajak lebih lanjut adalah hal yang penting. Seperti yang dikemukakan dalam survei-survei sebelumnya (dan oleh IMF). Strategi penerimaan jangka menengah akan memfasilitasi peningkatan rasio pajak terhadap PDB,” ungkap OECD dalam laporannya dikutip Kamis (27/11).
Baca juga:Â Aksesi Indonesia ke OECD Perkuat Kebijakan Ekonomi dan Sosial Global
Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN), OECD memberikan kritik terhadap kebijakan Indonesia yang membebaskan perusahaan dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar (sekitar US$ 300.000) dari kewajiban PPN. Batas ini, menurut OECD, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara OECD lainnya, serta negara-negara ASEAN seperti Thailand dan Filipina yang menetapkan ambang batas sekitar US$ 50.000.
“Ambang batas ini lebih tinggi dibandingkan di sebagian besar negara OECD dan jauh lebih tinggi dibandingkan di Thailand dan Filipina, yang mencapai sekitar US$ 50.000,” kata OECD.
OECD menyarankan agar Indonesia menurunkan ambang batas PPN dan memperluas sektor-sektor yang dikenakan pajak. Langkah ini diyakini dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor yang sebelumnya tidak terkena PPN.
OECD juga mengungkapkan bahwa pajak cukai Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Salah satu peluang terbesar untuk menambah pemasukan adalah dengan meningkatkan cukai bahan bakar dan rokok.
“Mengingat eksternalisasi polusi udara dan tujuan pengurangan emisi, ada beberapa peluang untuk langkah-langkah yang saling menguntungkan dalam menaikkan pajak cukai bahan bakar dan mengurangi subsidi bahan bakar, meskipun kepekaan politik harus diatasi,” tulis OECD.
Kemudian, Cukai atas rokok juga harus ditingkatkan lebih lanjut, untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kesehatan, karena merokok masih menjadi tantangan kesehatan yang besar di Indonesia dan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar
Sementara itu, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) ditanggung oleh rumah tangga kaya, pajak ini rumit dan menyebabkan pelaporan yang kurang. OECD menilai memungut pajak atas kepemilikan mobil, daripada pembelian mobil, dapat membuat sistem tidak terlalu rentan terhadap pelaporan yang kurang.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News