infoEkonomi.ID – Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, memamerkan kemampuan Indonesia dalam menerbitkan sukuk global saat acara The 8th Annual Islamic Finance Conference (AIFC) yang berlangsung daring pada Kamis, pekan lalu. Sukuk yang diperkenalkan adalah Green Sukuk, sebuah instrumen keuangan syariah inovatif yang bertujuan mendukung komitmen Indonesia dalam memerangi perubahan iklim.
Melansir cnbcindonesia.com, Green Sukuk pertama kali diterbitkan pada tahun 2018 untuk membiayai proyek-proyek ramah lingkungan di Indonesia dan berhasil mengumpulkan dana sebesar US$ 1,25 miliar. Sukuk ini memiliki tenor 5 tahun dan menawarkan imbal hasil sebesar 3,75%. Investor sukuk ini berasal dari berbagai belahan dunia, dengan 32% dari pasar Islam, 25% dari pasar Asia, 15% dari Uni Eropa, 18% dari Amerika Serikat, dan 10% dari Indonesia.
“Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menerbitkan sukuk hijau global pada 2018, mengumpulkan dana untuk proyek berkelanjutan seperti energi terbarukan, reboisasi, dan pertanian berkelanjutan,” ungkap Thomas dalam pidato kuncinya.
Selain Green Sukuk, Thomas juga menyebutkan bahwa Indonesia telah menerbitkan SDG’s Sukuk Framework pada tahun 2021 dengan total dana terkumpul sebesar US$ 10 miliar. Surat berharga syariah ini ditujukan untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan, pengelolaan limbah, serta untuk menghadapi krisis iklim.
Dalam upaya menjembatani keuangan sosial dan komersial Islam, Indonesia memperkenalkan Cash Wakaf Link Sukuk pada tahun 2020, yang berhasil mengumpulkan US$ 65 juta dari lebih dari 3.000 kontributor. “Cash Wakaf Link Sukuk mengkonsolidasikan wakaf tunai swasta untuk mendanai infrastruktur sosial seperti sekolah dan klinik, serta program-program bagi kaum miskin,” jelasnya.
Pemerintah Indonesia juga secara teratur menerbitkan sukuk ritel untuk menarik minat investor domestik, menawarkan opsi investasi yang sesuai syariah dan mendukung proyek-proyek pembangunan nasional. Thomas meyakini bahwa prinsip-prinsip keuangan publik Islam akan berperan lebih besar dalam transisi Indonesia menuju negara berpenghasilan tinggi menjelang 100 tahun kemerdekaan.
Di akhir pidatonya, Thomas menekankan bahwa adopsi nilai-nilai Islam yang mengedepankan keadilan, etika, dan inklusivitas dapat menginspirasi terciptanya sistem ekonomi dan keuangan global yang bermanfaat tidak hanya bagi komunitas Muslim, tetapi juga bagi dunia secara keseluruhan.