InfoEkonomi.ID – Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan berada di level Rp15.160/US$ pada perdagangan hari Kamis (26/9), terkoreksi 0,43% dari hari sebelumnya. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan rupiah selama dua hari sebelumnya.
Mengutip cnbcindonesia.com, penurunan nilai rupiah sejalan dengan penguatan indeks dolar AS (DXY), yang meningkat tipis sebesar 0,03% ke angka 100,94. Penguatan dolar AS menjadi salah satu faktor utama yang menekan mata uang Garuda.
Selain itu, pasar juga tengah menantikan rilis data final Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2024 AS, yang diprediksi akan melonjak dari 1,4% menjadi 3%. Proyeksi tersebut memperkuat spekulasi bahwa bank sentral AS (The Fed) tidak akan segera menurunkan suku bunga, yang berdampak pada sentimen negatif bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah.
Pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, bersama sejumlah pejabat tinggi lainnya juga menjadi fokus perhatian pasar global. Jika sinyal yang diberikan mengarah pada kebijakan suku bunga tinggi yang bertahan lebih lama, dolar AS diperkirakan akan semakin kuat, menambah tekanan pada mata uang negara berkembang.
Sentimen ini membuat investor lebih berhati-hati terhadap aset berisiko, termasuk mata uang dari negara berkembang, dan berpotensi memicu aliran modal keluar dari Indonesia. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah AS juga mendukung proyeksi pertumbuhan ekonomi hingga 2,7% pada tahun 2024, yang semakin memperkuat posisi dolar di pasar global.
Di sisi lain, Bank Indonesia diharapkan terus memantau perkembangan ini guna menjaga stabilitas rupiah dan mencegah dampak negatif yang lebih dalam terhadap perekonomian domestik.
