Sabtu, Januari 18, 2025
spot_img

Penundaan PPN 12% Tidak Perlu Ubah Undang-Undang Perpajakan

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan bahwa penundaan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% tidak memerlukan perubahan pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie AFP, dalam wawancara dengan wartawan pada Rabu malam (20/11).

Menurut Dolfie, UU HPP sudah memberikan fleksibilitas kepada pemerintah untuk mengatur tarif PPN dalam rentang 5-15%, termasuk kemungkinan menurunkannya dengan persetujuan DPR.

- Advertisement -

“Undang-undang pajaknya enggak perlu dirubah. Karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR,” jelasnya.

Dolfie menjelaskan bahwa tambahan penerimaan dari kenaikan PPN telah dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika pemerintah menurunkan tarif PPN menjadi 11% saja, potensi kehilangan pendapatan negara bisa mencapai Rp50 triliun.

- Advertisement -

“Nah mungkin sampai saat ini belum ada arahan terbaru dari presiden terkait itu. Karena kalau itu diturunkan menjadi 11% aja misalnya, maka pemerintah kehilangan pendapatan Rp50 triliunan kira-kira,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa implementasi PPN 12% perlu menunggu pelantikan Presiden Prabowo Subianto. Namun, hingga saat ini, belum ada perubahan regulasi di bawah pemerintahan baru.

Berdasarkan kajian LPEM FEB UI dalam Seri Analisis Makro Ekonomi Indonesia Economic Outlook 2025 disebutkan bahwa PPN dapat berisiko memperburuk tekanan inflasi.

“Tarif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung, sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan. Efek ini dapat menjadi tantangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, yang mungkin mengalami penurunan daya beli, sehingga mengarah pada penurunan pengeluaran dan konsumsi konsumen secara keseluruhan,” kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky.

- Advertisement -

Dalam kajian LPEM FEB UI, Teuku menyebutkan beban saat tarif PPN masih sebesar 10% pada periode 2020-2021, rumah tangga kaya atau 20% terkaya menanggung 5,10% dari pengeluaran, sementara rumah tangga miskin atau 20% masyarakat termiskin menanggung 4,15% dari pengeluarannya.

Setelah kenaikan tarif PPN 11% di 2022-2023, rumah tangga kaya memikul 5,64% dari pengeluaran untuk PPN. Sedangkan rumah tangga miskin hanya 4,79% dari pengeluarannya.

Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email sekred@infoekonomi.id

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Ikuti Kami

4,488FansSuka
6,727PengikutMengikuti
2,176PelangganBerlangganan

Terbaru

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img