InfoEkonomi.ID – Pengamat ekonomi Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, tahun ini menjadi tahun yang penuh dinamika, baik dari sisi geopolitik maupun ekonomi domestik. Industri keuangan perlu melihat dua perspektif utama, yakni tantangan eksternal dan domestik.
Dari sisi eksternal, situasi di Amerika Serikat menjadi salah satu faktor penting. Kekuatan dolar AS yang semakin kuat menyebabkan tekanan pada mata uang global, termasuk rupiah. Fenomena “strong dollar” ini disebabkan oleh suku bunga The Fed yang dipertahankan di level tinggi.
“Hal ini membuat negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kurang menarik secara komparatif karena perbedaan suku bunga,” papar Fithra dalam wawancara eksklusif bersama Redaksi InfoEkonomi.ID di ruang kerjanya belum lama ini.
Menurut Founder Next Policy ini, suku bunga tinggi The Fed dipertahankan karena inflasi di Amerika Serikat yang belum turun, bahkan cenderung naik. Hal ini memicu potensi outflow dari pasar domestik kita di Indonesia, juga dari pasar regional. “Bukan hanya rupiah yang tertekan, yen Jepang juga mengalami depresiasi yang lebih parah,” ujar Fithra.
Selain kekuatan ekonomi Amerika Serikat yang belum melambat, peristiwa geopolitik seperti perseteruan antara Iran dan Israel juga menekan kondisi ekonomi global. Konflik ini tidak hanya melibatkan dua negara, tetapi membagi dunia menjadi dua kutub besar: Barat dan Timur. Kutub Timur diisi oleh Iran, Rusia, dan China, sementara kutub Barat diwakili oleh Israel, Amerika Serikat, dan NATO.
Di sisi lain, pembagian geopolitik ini memberikan peluang bagi Indonesia dan ASEAN. Menurut Fithra, ASEAN memiliki posisi netral yang memungkinkan untuk memanfaatkan peluang dari kedua belah pihak, baik Amerika Serikat maupun China. Indonesia, dengan politik diplomasi yang bebas aktif, dapat menjadi patron bagi ASEAN untuk mengembangkan peluang yang ada.
“Pengurangan aktivitas ekonomi Amerika Serikat ke China, dan sebaliknya, membuka peluang bagi negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, untuk menangkap potensi ekonomi yang ada,” imbuhnya.
Fithra menjelaskan, dari sisi domestik, tantangannya lebih kepada kemampuan daya beli masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya pulih, terutama dalam lima tahun terakhir. Kelas menengah kita mengalami masalah signifikan dalam hal peningkatan kesejahteraan.
Meskipun begitu, trajektorinya lebih positif dan diharapkan dalam beberapa tahun ke depan ekonomi domestik bisa pulih dan tumbuh lebih baik. “Dengan tantangan yang ada, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini masih bisa mencapai 5 persen, atau paling buruk di angka 4,8 persen,” kata Fithra.
Fithra menyarankan, industri keuangan perlu melihat prediksi penyaluran kredit yang cukup baik di kuartal pertama tahun ini. Namun, ada beberapa hal yang perlu diantisipasi, seperti faktor eksternal dari Amerika Serikat dan tensi geopolitik. Di sisi lain, pasca Pemilu, kejelasan pemenang akan memberikan fondasi yang bagus bagi perkembangan pasar.
“Meskipun inflasi di Indonesia dalam tiga tahun terakhir berada di kisaran 3-4 persen, masyarakat kelas menengah masih merasa perkembangan income mereka tidak sebanding dengan peningkatan harga-harga,” terangnya.
Lebih lanjut Fithra mengatakan, dampak dari pandemi di Indonesia bahkan hampir merata di seluruh dunia yaitu telah memaksa banyak masyarakat beralih dari sektor formal ke sektor informal, yang secara pendapatan lebih rendah. “Untuk itu pemerintah perlu menyediakan lapangan kerja di sektor formal untuk meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat,” katanya.
Fithra memprediksi, dalam industri keuangan, perbankan masih memiliki prospek yang baik dalam jangka pmenengah dan panjang, namun fondasinya perlu diperkuat, terutama dengan memperhatikan kondisi kelas menengah yang mulai mengurangi porsi tabungannya.
Ia menambahkan, peer-to-peer lending juga menunjukkan peningkatan, meskipun NPL masih dalam tahap wajar, tetapi ini perlu diwaspadai mengingat kemampuan ekonomi kelas menengah yang menurun. Ke depan, fondasi ekonomi harus diperbaiki untuk memastikan pasar perbankan dan fintech dapat tumbuh solid.
Secara keseluruhan, tahun 2024 menghadirkan tantangan besar bagi industri keuangan Indonesia, baik dari sisi eksternal maupun domestik. “Namun, dengan strategi yang tepat, ada peluang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Fithra.