InfoEkonomi.ID – PT Bank Maybank Indonesia Tbk. (BNII) meraih pencapaian yang mengesankan pada kuartal pertama tahun 2024 dengan pertumbuhan kredit yang signifikan. Total kredit yang disalurkan mencapai Rp122,28 triliun, menandai kenaikan sebesar 14% secara year-on-year (YoY).
Selain itu, aset Maybank juga mengalami peningkatan sebesar 10,01% YoY, mencapai angka Rp177,8 triliun. Di samping pertumbuhan ini, Maybank berhasil menekan rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross dari 3,37% pada Maret 2023 menjadi 2,67% pada Maret 2024. Demikian pula, NPL net turun dari 2,25% menjadi 1,73%.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) Maybank juga tumbuh sebesar 13,13% YoY, mencapai Rp117,21 triliun selama tiga bulan pertama tahun 2024. Pertumbuhan ini turut didorong oleh dana murah, atau current account saving account (CASA), yang mencapai Rp58,19 triliun dengan kenaikan 8,26% YoY. Rasio CASA terhadap DPK mencapai 49,7% per Maret 2024.
Steffano Ridwan, Pejabat sementara Presiden Direktur Maybank Indonesia, menyoroti bahwa profitabilitas bank dipengaruhi oleh pencadangan yang besar pada kuartal pertama tahun 2024. Sebagai langkah proaktif, BNII mengalokasikan pencadangan sebesar Rp873 miliar untuk akun korporasi tertentu yang potensial mengalami penurunan kualitas aset. Meskipun demikian, bank mencatat kerugian sebelum pajak sebesar Rp265 miliar.
Steffano menyatakan, “Pada kuartal pertama tahun 2024, kami berhasil mencatat pertumbuhan kredit sebesar 14,04% di seluruh segmen, di tengah kondisi pertumbuhan yang membaik.”
Namun, Maybank mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp227,93 miliar pada kuartal pertama tahun 2024, berkebalikan dengan laba sebesar Rp565,52 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penyebab kerugian ini terutama berasal dari penurunan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) sebesar 2,68% YoY, mencapai Rp1,81 triliun pada kuartal pertama tahun 2024.
Penurunan ini dipengaruhi oleh kenaikan beban bunga sebesar 35,7%, mencapai Rp1,32 triliun. Sementara beban operasional selain bunga bersih juga meningkat dari Rp1,11 triliun menjadi Rp2,07 triliun. Dampak dari kenaikan ini menyebabkan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) meningkat dari 78,03% pada Maret 2023 menjadi 107,5% pada Maret 2024, menunjukkan penurunan efisiensi perbankan.