Sabtu, April 26, 2025

Bahlil Usulkan Tambah Kuota Impor Migas dari AS Senilai Rp167 Triliun

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengusulkan penambahan kuota impor minyak dan liquefied petroleum gas (LPG) dari Amerika Serikat. Nilai impor tersebut ditaksir melebihi USD 10 miliar atau sekitar Rp167,73 triliun berdasarkan kurs saat ini (Rp16.773/USD).

Pernyataan ini disampaikan Bahlil usai menghadiri pembukaan Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition 2025 yang digelar di Jakarta pada Selasa (15/4). Ia menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

- Advertisement -

“Kami dari ESDM mengusulkan agar kita mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor LPG yang angkanya kurang lebih di atas 10 miliar dolar AS,” ucap Bahlil ketika ditemui setelah pembukaan Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition 2025 di Jakarta, Selasa (15/4).

Usulan ini muncul sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia. Bahlil menjelaskan bahwa ketidakseimbangan neraca perdagangan menjadi alasan utama AS mengenakan tarif tinggi terhadap Indonesia, yakni sebesar 32 persen.

- Advertisement -

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar USD 14,6 miliar dengan Amerika Serikat. Kondisi inilah yang disebut menjadi pemicu tindakan AS.

“Data BPS mengatakan surplus Indonesia 14,6 miliar dolar AS. Maunya Amerika seperti apa? Agar neraca perdagangan kita seimbang,” ucap Bahlil.

Menanggapi spekulasi bahwa Indonesia akan menggunakan komoditas mineral kritis untuk melobi AS, Bahlil menampik kemungkinan tersebut. Ia menegaskan bahwa persoalan utama yang dihadapi kedua negara saat ini adalah ketidakseimbangan dalam neraca perdagangan.

Namun demikian, jika pihak Amerika Serikat membuka peluang kerja sama dalam hal mineral kritis, pemerintah Indonesia siap untuk berdialog dan bekerja sama.

- Advertisement -

“Tidak ada kaitannya mineral kritis dengan perang tarif ini. Bahwa kemudian ada komunikasi bilateral mereka butuh mineral kritis kita, kami terbuka. Kami sangat terbuka dan senang,” kata Bahlil.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2 April 2025 mengumumkan penerapan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia.

Indonesia dikenai tarif sebesar 32 persen, lebih tinggi dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya seperti Filipina (17 persen), Singapura (10 persen), dan Malaysia (24 persen). Kamboja, Thailand, dan Vietnam bahkan dikenai tarif lebih tinggi masing-masing 49 persen, 36 persen, dan 46 persen.

Akan tetapi, pada Rabu (9/4/2025) sore waktu AS, Trump telah mengumumkan penundaan selama 90 hari atas tarif resiprokal ke berbagai negara mitra dagang, namun tetap menaikkan bea masuk kepada China.

Negara yang rencananya dikenakan tarif resiprokal lebih tinggi hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, yang mana untuk baja, aluminium, dan mobil akan sama.

Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email sekred@infoekonomi.id

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Ikuti Kami

4,488FansSuka
6,727PengikutMengikuti
2,176PelangganBerlangganan

Terbaru

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img