Sabtu, Februari 15, 2025
spot_img

OJK Perlonggar Kebijakan Kredit untuk Wujudkan 3 Juta Rumah MBR

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengungkapkan dukungan OJK dalam mewujudkan program pembangunan 3 juta rumah yang diusung Presiden Prabowo Subianto. Program ini dipandang strategis untuk memacu pertumbuhan sektor konstruksi dan ekonomi nasional.

Dalam konferensi pers virtual, Mahendra menjelaskan bahwa OJK telah mengirimkan surat kepada perbankan dan lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya untuk mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). OJK memberikan keleluasaan kepada lembaga keuangan untuk mengambil kebijakan kredit dan pembiayaan berdasarkan manajemen risiko yang sesuai dengan pertimbangan bisnis.

- Advertisement -

“Kami telah menyampaikan surat kepada perbankan, perusahaan pembiayaan, juga BP Tapera dan PT SMF untuk mendukung perluasan pembiayaan rumah bagi MBR. Di awal tahun ini kami melakukan prudential meeting dengan para direksi dan komisaris perbankan yang antara lain membahas dan mendalami dukungan perbankan bagi pelaksanaan program-program prioritas pemerintah,” kata Mahendra dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (14/1/2025).

Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Perdagangan Aset Keuangan Digital

Mahendra menegaskan, Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) bukanlah faktor utama dalam pemberian kredit. Masyarakat dengan catatan kredit kurang lancar masih bisa mendapatkan fasilitas kredit, asalkan analisis kelayakan dilakukan secara komprehensif dan tidak semata-mata bergantung pada SLIK.

- Advertisement -

“Dalam kaitan itu tidak terdapat ketentuan OJK, sekali lagi tidak terdapat ketentuan OJK yang melarang pemberian kredit atau pembiayaan untuk debitur yang memiliki kredit dengan kualitas non lancar, termasuk apabila akan dilakukan penggabungan fasilitas kredit atau pembiayaan lain khususnya untuk kredit dan pembiayaan dengan nominal kecil,” tegas Mahendra.

OJK juga menerapkan kebijakan yang mempermudah penyaluran kredit perumahan, khususnya untuk MBR. Penilaian kualitas aset produktif untuk debitur dengan plafon hingga Rp 5 miliar kini dapat dilakukan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok atau bunga.

“Ini pemanfaatan dari peraturan OJK Nomor 40 Tahun 2019, maka pemberian untuk debitur sampai Rp 5 miliar dapat hanya menggunakan satu pilar saja,” tuturnya.

Lebih lanjut, OJK telah menetapkan bobot risiko kredit yang lebih terperinci melalui SEOJK No.24/SEOJK.03/2021. Rasio Loan To Value (LTV) yang lebih rendah akan memberikan bobot risiko Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) kredit yang lebih kecil, sehingga memudahkan perbankan menyalurkan kredit properti dengan lebih efisien.

- Advertisement -

“Kredit untuk properti rumah tinggal dapat dikenakan bobot risiko ATMR kredit yang rendah dibandingkan kredit lainnya, antara lain kredit kepada korporasi. Dalam ketentuan itu, bobot risiko ditetapkan secara granular dengan bobot rendah sebesar 20% berdasarkan loan to value. Dengan begitu perbankan memiliki ruang permodalan yang lebih besar untuk menyalurkan KPR selanjutnya,” jelas Mahendra.

Untuk mendukung sisi pendanaan kepada pengembang perumahan, OJK juga telah mencabut larangan pemberian kredit pengadaan pengolahan tanah sejak 1 Januari 2023. Pengembang perumahan diberikan keleluasaan untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan guna melakukan pengadaan atau pengolahan tanah yang sebelumnya dilarang.

“Dengan berbagai dukungan kebijakan itu, maka kami optimis program pemerintah untuk menyediakan 3 juta hunian bagi masyarakat pendapatan rendah dapat terlaksana dengan baik,” tutup Mahendra.

Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email sekred@infoekonomi.id

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Ikuti Kami

4,488FansSuka
6,727PengikutMengikuti
2,176PelangganBerlangganan

Terbaru

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img