PT SRI Rejeki Isman Tbk (SRIL), yang dikenal dengan merek Sritex, kini menghadapi kesulitan keuangan serius setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024. Keputusan ini mengakibatkan suspensi perdagangan saham SRIL di Bursa Efek Indonesia (BEI), menambah ketidakpastian bagi investor ritel.
Dari total 20,45 miliar lembar saham, sebagian besar (59,03%) dikuasai oleh PT Huddleston Indonesia, sementara masyarakat atau investor ritel memiliki sekitar 39,89% atau setara dengan 8,15 miliar lembar. Dengan harga saham terbaru di Rp 146, total nilai kepemilikan ritel mencapai Rp 1,19 triliun. Namun, dalam lima tahun terakhir, saham Sritex anjlok sebesar 57%, menyebabkan kerugian total investor ritel diperkirakan mencapai Rp 1,76 triliun.
Sejak IPO pada 17 Juni 2013, saham Sritex pernah mencapai harga tertinggi Rp 470 per saham, tetapi kini terpuruk. Artinya, total kerugian investor ritel dari harga tertinggi hingga saat ini mencapai sekitar Rp 2,64 triliun.
Keputusan pailit ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai nasib pemegang saham Sritex. Dengan utang yang jauh lebih besar dibandingkan aset, posisi pemegang saham berada di urutan paling belakang dalam proses likuidasi, di belakang karyawan, pemberi utang, dan pemegang obligasi. Dalam situasi ini, kemungkinan bagi pemegang saham untuk mendapatkan kembali investasi mereka sangat kecil.
Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menghentikan sementara perdagangan saham PT Sri Rejeki Isman Tbk, yang dimulai pada sesi II perdagangan hari Senin, 28 Oktober 2024. Hal ini dilakukan mengingat adanya ketidakpastian terkait kelangsungan usaha Sritex. “Berdasarkan putusan pailit dan ketidakpastian atas kelangsungan usaha, bursa memutuskan untuk melakukan suspensi perdagangan efek SRIL,” jelas manajemen BEI dalam keterbukaan informasi.
Pihak bursa meminta semua pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perusahaan.
Dengan kondisi ini, masa depan Sritex dan investasi para pemegang saham berada dalam ketidakpastian, menambah beban bagi investor yang telah mempertaruhkan dananya dalam saham ini.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News