InfoEkonomi.ID – Pemerintahan Prabowo Subianto berencana mengalihkan subsidi energi, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM), ke Bantuan Langsung Tunai (BLT). Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai langkah ini sebagai upaya yang baik untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dan memotong anggaran subsidi secara signifikan. Meski demikian, Bhima mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak kebijakan ini pada kelas menengah.
Melansir cnbcindonesia.com, Bhima menekankan bahwa meskipun pengalihan subsidi bertujuan untuk memperbaiki mekanisme penyaluran bantuan agar lebih tepat sasaran, kebijakan ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat kelas menengah.
Pasalnya, penerima BLT dan pengguna BBM bersubsidi tidak semuanya berasal dari kelompok masyarakat miskin. Dengan penghapusan subsidi BBM, masyarakat menengah yang tidak menerima BLT akan dipaksa membeli BBM dengan harga pasar yang lebih tinggi.
Ia juga mengingatkan bahwa jika subsidi BBM dialihkan sepenuhnya ke BLT, maka cakupan bantuan harus diperluas agar tidak hanya menyasar kelompok miskin, tetapi juga kelompok rentan dan kelas menengah. Bhima mencatat bahwa jumlah kelompok rentan dan kelas menengah di Indonesia mencapai 137,5 juta orang atau hampir 50% dari total populasi.
Menurut Bhima, jika cakupan BLT tidak memadai untuk menggantikan subsidi BBM, daya beli masyarakat bisa terancam menurun signifikan. Ia memperkirakan bahwa konsumsi rumah tangga, yang menjadi pendorong utama ekonomi, bisa tumbuh di bawah 4% secara tahunan pada tahun depan jika kebijakan ini diterapkan tanpa kompensasi yang memadai.