InfoEkonomi.ID – Kondisi perberasan Indonesia saat ini berada dalam kondisi kritis. Hal tersebut diungkap Ketua Umum (Ketum) Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso yang bahkan mengatakan situasi perpanganan Indonesia mengerikan karena Sebagian besar pangan untuk Indonesia diimpor, seperti kacang hijau, kedelai, daging, gandum, hingga beras.
“Hampir tidak ada yang tidak impor pangan. Meskipun ya okelah bagi dunia internasional memang kita bebas tapi bayangkan, saya baru dapat punya data dari BPS kacang hijau aja impor, kacang tanah, apalagi kedelai 90%, daging, jagung impor, gandum apa lagi 12 juta ton, terus apa yang nggak impor?” kata dia ditemui di Indonesia International Rice Conference (IIRC), The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Jumat (20/9) kemarin, dilansir dari detik.finance.com.
Dia pun menyinggung impor beras yang dua sampai tiga tahun belakangan angka impornya naik. Untuk tahun ini sendiri kuota impor beras Indonesia mencapai 3,6 juta ton.
“Beras impor 2 tahun ini 6 jutaan (ton). Meskipun yang 2023 itu kan carry overnya 2022 makanya 2022 itu kecil. Tapi 2023 menjadi 3 juta ton tahun ini sekarang sudah masuk 2,4 (juta ton) nampaknya akan digenepin menjadi 3,6 (juta ton) ya. Kan ini kan sesuatu yang sebenarnya tanda petik mengerikan,” tuturnya.
Baca juga:Â I..ini Parah Nih..: Harga Beras Indonesia Tertinggi di ASEAN?
Menurut dia situasi pangan Indonesia yang kini banyak impor disebabkan dengan kondisi lahan pertanian yang menurun. Oleh karena itu harus ada langkah yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas.
Khususnya beras, Sutarto menyebut luas panen untuk komoditas itu terus mengalami penurunan sejak 2018. “Kan kita tahu beberapa tahun terakhir ini sejak tahun 2018, kita dari 2018 sajalah setelah data itu dikoreksi kan, itu kan tahu luas panen kita itu kan turun terus dari 10,7 (juta hektare) sekarang tinggal 10,1 (juta ha) kalau nggak salah, juta hektar itu. Artinya apa ini masalah lahan ini sangat kritis sebenarnya,” ujar dia.
Masalah kedua, adanya masalah infrastruktur. Menurut dia banyak infrastruktur terutama irigasi pemeliharannya kurang. Hal itu yang berpengaruh kepada daerah yang curah hujannya rendah.
“Karena jaringan irigasinya lancar ada di apa itu di daerah daerah yang sumber airnya cukup. Tapi ada yang hanya dua kali, itu biasanya karena curah hujannya cukup tapi bahkan ada yang hanya satu kali karena dia memang betul-betul lahan kering gitu ya hanya pada saat musim penghujan,” ucapnya.
Baca juga:Â Generasi Muda Indonesia Tak Berminat pada Sektor Pertanian
Selain itu juga ada banyak lahan yang ditinggal, sehingga penurunan luas panen terjadi cukup signifikan. Menurutnya hal ini juga yang harus dilihat menjadi masalah ya serius.
“Ini kalau kita tidak serius melihat ke sana kemudian kita menyelesaikan ada yang hubungan utamanya dengan tadi itu dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan lahan ini saya kira dalam keadaan gawat darurat untuk beras loh kita harus hati-hati,” pungkasnya.