Selasa, September 26, 2023
spot_img

BERITA UNGGULAN

Pekan Depan Super Sibuk, Dari Pertemuan The Fed Hingga BI Rate

- Advertisement -

InfoEkonomi.ID – Pekan depan pelaku pasar perlu memperhatikan secara cermat pertemuan bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) terkait kebijakan moneter terbaru edisi September.

Pelaku pasar memang sudah menanti hasil dari pertemuan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), apalagi dengan inflasi AS yang kembali memanas pada Agustus lalu.

- Advertisement -

Sebelumnya pada Rabu malam waktu Indonesia, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) Negeri Paman Sam Agustus kembali naik menjadi 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Juli lalu sebesar 3,2% (yoy).

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), CPI AS pada bulan lalu juga naik menjadi 0,6%, dari sebelumnya pada Juli lalu sebesar 0,2%. CPI bulanan AS sesuai dengan prediksi pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 0,6%.

- Advertisement -

Adapun CPI inti berhasil melandai sesuai ekspektasi ke 4,3% (yoy), dibandingkan periode bulan sebelumnya sebesar 4,7% (yoy).

Inflasi AS diperkirakan masih sulit turun ke depan karena lonjakan harga minyak. AS adalah konsumen terbesar minyak di dunia sehingga pergerakan harga minyak akan sangat berdampak kepada ekonomi AS.

Pada perdagangan Jumat (15/9/2023) lalu, harga minyak mentah WTI ditutup terapresiasi 0,68% di posisi US$ 90,77 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent ditutup naik 0,25% di posisi US$ 93,93 per barel.

Hal ini membuat kedua harga minyak acuan terbang dalam sepekan terakhir. Harga minyak mentah WTI berhasil melejit 3,73%, dan minyak mentah brent melesat 3,62%.

- Advertisement -

Masih membandelnya inflasi AS membuat prospek berakhirnya era suku bunga tinggi dipertaruhkan, karena The Fed berpotensi masih akan mempertahankan sikap hawkish-nya hingga inflasi menyentuh target yang ditetapkan di 2%.

Kendati begitu, pemikiran pelaku pasar juga sepertinya mulai berubah lebih forward looking dari yang sebelumnya seberapa besar kenaikan suku bunga menjadi seberapa lama bank sentral AS akan memberikan jeda.

Hal tersebut juga semakin didukung dengan data yang ditunjukan CME Fedwatch Tool yang mengukur peluang suku bunga akan ditahan pada level 5,25%-5,50% sudah semakin dominan, yakni mencapai 98%.

Selain dari AS, pelaku pasar juga perlu memantau rilis beberapa data ekonomi dan agenda penting di China, di mana pada pekan depan, bank sentral China (People’s Bank of China/PBoC) juga akan mengumumkan kebijakan suku bunga terbarunya.

PBoC akan mengumumkan kebijakan suku bunga pinjaman acuan terbarunya pada Rabu pekan depan. Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan bank sentral Negeri Panda akan menahan suku bunga acuannya.

Adapun suku bunga pinjaman acuan (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun diprediksi masih tetap di level 3,45%, sedangkan LPR tenor 5 tahun juga akan ditahan di level 4,2%.

Pemerintah China saat ini sedang berupaya untuk membangkitkan kembali perekonomiannya yang masih lesu, meski beberapa data ekonomi sudah ada tanda perbaikan.

Contohnya saja inflasi China, di mana inflasinya pada periode Agustus 2023 sudah terlepas dari deflasi yakni tumbuh 0,1% (yoy). Adapun pada Juli lalu, China mengalami deflasi yakni mencapai -0,3% (yoy).

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email sekred@infoekonomi.id

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Info Hari Ini

HOT NEWS

4,488FansSuka
6,727PengikutMengikuti
2,176PelangganBerlangganan

TERPOPULER

spot_img
spot_img
spot_img