Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka menguat pada perdagangan Senin (6/10), di tengah sikap wait and see pelaku pasar terhadap sejumlah rilis data ekonomi penting pekan ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
IHSG naik 37,06 poin atau 0,46 persen ke posisi 8.155,36, sedangkan indeks LQ45 yang berisi saham-saham unggulan turut menguat 3,48 poin atau 0,44 persen ke 788,67.
Menurut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas, pekan kedua Oktober 2025 akan menjadi periode sibuk bagi pasar keuangan Indonesia. Sejumlah data penting akan dirilis, mulai dari cadangan devisa (cadev), likuiditas sistem keuangan, hingga Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang berpotensi memengaruhi arah pergerakan IHSG.
“Pekan kedua Oktober 2025 akan menjadi periode sibuk bagi pasar keuangan Indonesia, dengan sejumlah rilis data penting dari Bank Indonesia (BI), risalah rapat The Fed, serta perkembangan government shutdown Amerika Serikat (AS) yang masih berlangsung,” sebut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Senin (6/10).
Dari dalam negeri, Bank Indonesia dijadwalkan merilis data cadangan devisa September 2025 pada Selasa (7/10). Sebelumnya, pada Agustus 2025 posisi cadev tercatat sebesar 150,7 miliar dolar AS, turun akibat pembayaran utang luar negeri dan intervensi stabilisasi nilai tukar rupiah.
Pada hari yang sama, BI juga akan mengumumkan data Uang Primer (M0) untuk mengukur tingkat likuiditas sistem keuangan nasional.
Kemudian, pada Rabu (8/10), BI dijadwalkan merilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2025. Pada Agustus lalu, IKK tercatat di level 117,2, turun dari 118,1, namun masih mencerminkan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi.
Sementara itu, data penjualan ritel Agustus 2025 akan diumumkan Kamis (9/10). Pada Juli 2025, pertumbuhan penjualan ritel mencapai 4,7 persen (year-on-year), menandakan permintaan domestik mulai pulih. BI memperkirakan konsumsi masyarakat akan kembali meningkat menjelang akhir kuartal III.
Dari kancah global, perhatian investor masih tertuju pada shutdown pemerintahan Amerika Serikat (AS) yang berlangsung sejak 1 Oktober 2025. Penutupan pemerintahan ini disebabkan kebuntuan anggaran antara Presiden AS Donald Trump dan Partai Demokrat, yang membuat lebih dari 750.000 pegawai federal dirumahkan.
Kondisi tersebut juga menyebabkan “data blackout” ekonomi karena tertundanya publikasi data penting seperti Non-Farm Payroll (NFP) dan inflasi. Akibatnya, The Fed kekurangan acuan untuk menentukan arah kebijakan suku bunga.
Pasar kini menantikan risalah rapat FOMC dan sejumlah pidato pejabat The Fed, termasuk Jerome Powell, pada Kamis (9/10). Jika nada yang disampaikan bernuansa dovish, maka aset berisiko berpotensi menguat. Sebaliknya, sikap hawkish dapat menekan rupiah dan IHSG.
Pada perdagangan Jumat (3/10) pekan lalu, bursa saham Eropa ditutup mayoritas menguat. Indeks Euro Stoxx 50 naik 0,10 persen, FTSE 100 Inggris menguat 0,67 persen, dan CAC 40 Prancis naik 0,31 persen. Sementara DAX Jerman melemah tipis 0,18 persen.
Di Wall Street, bursa saham AS juga ditutup variatif. Indeks S&P 500 menguat 0,01 persen ke level 6.715,79, Dow Jones naik 0,51 persen ke 46.758,28, sedangkan Nasdaq melemah 0,28 persen ke 22.780,51.
Sementara itu, bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei menguat 2.094,00 poin atau 4,51 persen ke 47.833,00, indeks Shanghai menguat 20,25 poin atau 0,52 persen ke 3.882,78, indeks Hang Seng melemah 155,94 poin atau 0,64 persen ke 27.013,55, dan indeks Strait Times menguat 4,41 poin atau 0,08 persen ke 4.415,35.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News