Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) melaporkan pencapaian luar biasa pada tahun 2024 dengan total penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai mencapai Rp300,2 triliun. Angka ini menunjukkan kenaikan 4,9% dibandingkan tahun sebelumnya dan berhasil memenuhi 93,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya pertumbuhan impor yang signifikan dan penguatan kurs dolar AS, yang mendongkrak penerimaan bea masuk. Selain itu, kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah dan kenaikan harga crude palm oil (CPO) turut berperan dalam mendorong pertumbuhan bea keluar. Tak kalah penting, kebijakan kenaikan tarif cukai untuk hasil tembakau dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) juga berkontribusi pada pencapaian cukai yang positif.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, menyatakan bahwa tahun 2024 merupakan momentum penting bagi Bea Cukai dalam menjalankan peran strategisnya sebagai pengumpul pendapatan negara.
“Tahun 2024 menjadi momen penting bagi Bea Cukai dalam melaksanakan peran strategisnya sebagai revenue collector. Di tengah berbagai tantangan ekonomi global dan domestik, Bea Cukai terus menunjukkan komitmennya untuk mengoptimalkan penerimaan negara demi mendukung pembangunan nasional,” ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (14/1).
Penerimaan bea masuk tercatat mencapai Rp53,0 triliun, tumbuh 4,1% (yoy), terutama didorong oleh impor bahan baku dan barang penolong industri yang meningkat sejak Juni 2024. “Bea masuk melanjutkan pertumbuhan positif sejalan dengan pertumbuhan nilai impor sejak bulan Juni, terutama impor bahan baku dan penolong,” terangnya.
Pada triwulan I, penerimaan sempat mengalami penurunan seiring dengan turunnya nilai impor akibat kondisi global yang tidak stabil. Namun, impor kembali meningkat pada triwulan II hingga IV, didorong oleh kenaikan impor bahan pangan dan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Disusul pertumbuhan di triwulan III dan IV yang disebabkan peningkatan nilai impor yang konsisten, terutama dalam impor bahan baku, barang penolong industri, dan barang konsumsi.
Penerimaan bea keluar tercatat Rp20,9 triliun, melonjak 53,6% (yoy), dengan kenaikan yang konsisten pada setiap kuartal. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh kebijakan relaksasi ekspor mineral serta penguatan harga CPO pada triwulan II, III, dan IV. Pada triwulan IV, harga CPO bahkan mencapai level tertinggi sepanjang tahun.
Dari penerimaan cukai, tercatat penerimaan sebesar Rp226,4 triliun atau tumbuh 2,0 persen (yoy). Adapun penerimaan cukai terdiri dari penerimaan hasil tembakau sebesar Rp216,9 triliun, minuman mengandung etil alkohol (MMEA) Rp9,2 triliun, dan etil alkohol (EA) sebesar Rp141,1 miliar.
Pada triwulan I 2024, penerimaan cukai sempat mengalami penurunan karena turunnya produksi hasil tembakau akhir tahun 2023 sebagai basis pembayaran kuartal I.
Namun, dapat tumbuh pada triwulan II setelah tarif efektif cukai hasil tembakau (CHT) tumbuh moderat akibat peningkatan produksi HT dari gol II dan III yang tarifnya lebih murah.
Kemudian, pada triwulan III pertumbuhan terjadi karena tarif efektif CHT tumbuh moderat, meskipun terjadi penurunan produksi. Pertumbuhan kembali terjadi pada triwulan IV karena tarif efektif CHT tumbuh lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya meskipun terjadi penurunan produksi.
Disebutkan Budi, penerimaan kepabeanan dan cukai yang tumbuh positif di tahun 2024 ini tak lepas dari implementasi empat strategi yang dirumuskan Bea Cukai.
“Sebagai Revenue Collector, Bea Cukai memiliki empat strategi untuk mengoptimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai,” kata Budi.
Adapun keempat strategi tersebut di antaranya, pertama, Bea Cukai melakukan joint program dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui penetapan daftar sasaran bersama, pelaksanaan secondment, dan pengintegrasian data untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Kedua, Bea Cukai melaksanakan audit kepabeanan dan cukai, melalui penerapan data analytic dalam audit, pelaksanaan intensifikasi teknologi dan informasi dalam audit (e-audit), serta penguatan unit analysis targeting dan utilisasi analyzing room.
Penerapan audit juga merupakan extra effort Bea Cukai dalam menghimpun penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai.
Ketiga, pengembangan dan kolaborasi sistem aplikasi Ceisa Siap Tanding dengan pengadilan pajak, serta pembangunan dual integrated database dalam pelaksanaan keberatan.
Terakhir, optimalisasi penerimaan di sektor kepabeanan dan cukai melalui pelaksanaan dialog penerimaan, pembentukan tim optimalisasi penerimaan, pelaksanaan koordinasi dengan satuan kerja Bea Cukai, dan pelaksanaan intimasi interviu perusahaan.
“Diharapkan penerimaan kepabeanan dan cukai yang tumbuh positif ini dapat mendukung APBN secara optimal dan memperkuat ekonomi nasional secara menyeluruh. Dengan semangat kolaborasi, baik dengan instansi lainnya, stakeholders, dan masyarakat, Bea Cukai diharapkan mampu terus menjadi institusi yang dapat diandalkan dalam mendukung pembangunan Indonesia,” tutup Budi.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News