Selama dua dekade terakhir, Cina telah menjadi pemain besar dalam dunia investasi internasional, terutama melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative atau BRI). Inisiatif ini, yang digagas oleh Presiden Xi Jinping pada tahun 2013, bertujuan untuk menghubungkan berbagai negara melalui investasi besar-besaran di sektor infrastruktur. Dari pelabuhan hingga jalur kereta api, hampir 70 negara telah menjadi bagian dari proyek ambisius ini. Tapi, di balik gemerlapnya investasi tersebut, ada cerita lain yang tidak kalah menarik: utang.
Utang Tersembunyi yang Mengguncang Dunia
Menurut sebuah studi, BRI telah membuat banyak negara berkembang terjebak dalam utang yang disebut “utang tersembunyi”. Angkanya tak main-main: mencapai US$ 385 miliar atau sekitar Rp 5.984 triliun! Utang ini sebagian besar digunakan untuk mendanai proyek-proyek besar seperti pelabuhan dan infrastruktur transportasi. Cina memang menjadi penyokong utama dalam pembangunan ini, tapi di sisi lain, banyak negara yang kini berjuang untuk melunasi pinjaman tersebut.
Proyek-proyek Ambisius yang Dibiayai Cina
Cina telah menjadi pendukung besar dalam proyek-proyek pembangunan di berbagai negara. AidData, sebuah laboratorium penelitian pembangunan internasional, melaporkan bahwa Cina telah mendanai 13.427 proyek senilai US$ 843 miliar di 165 negara selama 18 tahun terakhir. Proyek-proyek ini memang membawa perubahan besar, tapi juga membawa konsekuensi finansial yang tidak sedikit.
Negara-Negara dengan Utang Terbesar ke Cina
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Bank Dunia, ada 97 negara yang berada di bawah utang Cina. Negara-negara ini sebagian besar berada di Afrika, Asia Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik. Berikut daftar beberapa negara dengan utang terbesar ke Cina:
- Pakistan – Dengan utang sebesar US$ 77,3 miliar, Pakistan menjadi negara dengan utang terbesar ke Cina. Proyek Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC) menjadi salah satu penyebab utama besarnya utang ini.
- Angola – Negara di Afrika ini memiliki utang US$ 36,3 miliar yang sebagian besar digunakan untuk proyek infrastruktur dan industri minyak.
- Ethiopia – Berada di posisi ketiga dengan utang US$ 7,9 miliar. Cina telah berkomitmen memberikan pinjaman lebih besar lagi, meskipun masih ada ketidakjelasan terkait pelunasannya.
- Kenya – Dengan utang US$ 7,4 miliar, Kenya banyak meminjam untuk proyek kereta api yang menghubungkan Pelabuhan Mombasa dengan Nairobi.
- Sri Lanka – Negara ini pernah gagal membayar utangnya sebesar US$ 6,8 miliar pada 2022, yang berujung pada penyerahan Pelabuhan Hambantota ke Cina dengan sewa selama 99 tahun.
- Maladewa – Dengan utang US$ 6,39 miliar, Maladewa banyak memanfaatkan dana Cina untuk proyek jembatan dan pengembangan bandara.
- Bangladesh – Berutang sekitar US$ 4 miliar, Bangladesh menggunakannya untuk berbagai proyek infrastruktur, seperti terowongan multi jalur dan pengolahan air.
Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut data dari Bank Indonesia, per November 2023, utang Indonesia ke Cina mencapai US$ 27,08 miliar. Namun, detail lebih lanjut mengenai jumlah utang yang telah dilunasi belum dijelaskan secara rinci.
Penutup
Proyek besar seperti BRI memang membawa perubahan infrastruktur yang signifikan, tetapi di balik itu, banyak negara yang kini harus bergulat dengan beban utang yang tidak sedikit. Bagi Cina, ini adalah strategi untuk memperkuat pengaruhnya secara global, sementara bagi negara-negara penerima, ini adalah tantangan besar untuk memastikan bahwa pembangunan yang mereka lakukan tidak menjadi bumerang di masa depan.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News