Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan kredit pada tahun 2025 akan meningkat sebesar 11-13 persen year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan tahun ini yang sebesar 10-12 persen yoy. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa untuk mencapai target ini, BI akan tetap menerapkan kebijakan makroprudensial yang longgar.
Dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 yang berlangsung di Gedung BI, Jakarta, Perry menjelaskan bahwa salah satu kebijakan utama yang ditempuh adalah Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Kebijakan ini akan memberikan insentif likuiditas kepada perbankan untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan melalui pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bank.
“Pertama, Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial/KLM (insentif likuiditas bagi perbankan untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan melalui pengurangan Giro Wajib Minimum/GWM bank) untuk mendorong kredit pembiayaan yang diarahkan ke sektor-sektor prioritas pencipta lapangan kerja,” ucapnya dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Gedung BI, Jakarta, dikutip Sabtu (30/11).
Tujuan utama kebijakan ini adalah untuk mendorong kredit ke sektor-sektor prioritas yang dapat menciptakan lapangan kerja, termasuk sektor pertanian, perdagangan, industri pengolahan, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, properti, serta UMKM dan ekonomi hijau.
Perry mengungkapkan bahwa jumlah insentif untuk sektor-sektor ini akan meningkat dari Rp259 triliun pada 2024 menjadi Rp283 triliun pada Januari 2025. Tak hanya itu, semakin banyak bank yang akan menerima insentif ini dengan jumlah yang lebih besar, dengan 102 bank yang diperkirakan akan mendapatkan KLM di atas tiga persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Semakin banyak bank yang akan menerima insentif likuiditas dengan jumlah lebih besar,” ungkap dia.
Selanjutnya, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) tetap longgar. Dalam hal ini, kebijakan uang muka kredit 0 persen tetap berlaku untuk kredit properti dan kredit otomotif.
“Ketiga, penguatan surveilans sistemik untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, berkoordinasi erat dengan Kementerian Keuangan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), dalam KSSK (Komitmen Stabilitas Sistem Keuangan),” kata Perry.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News