Pemerintah Indonesia berencana untuk menambah utang sebesar Rp775,86 triliun pada tahun 2025, sebuah angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan outlook utang tahun ini yang mencapai Rp553,1 triliun. Rencana ini tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 mengenai Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025.
Sebagian besar dari total penambahan utang tersebut akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang diperkirakan mencapai Rp642,6 triliun. Angka ini menunjukkan kenaikan signifikan dibandingkan dengan penerbitan SBN pada tahun 2024 yang hanya sebesar Rp451,9 triliun. Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara akan menjadi instrumen utama dalam pembiayaan utang ini.
Prabowo juga berencana menarik pinjaman sebesar Rp133,30 triliun. Utang ini naik dibandingkan dibandingkan outlook 2024 yang sebesar Rp101,3 triliun. Untuk pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp5,2 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp128,1 triliun.
Rencana pembiayaan utang sebagian besar dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah-panjang.
“Dalam pengelolaan utang, Pemerintah terus mengedepankan prinsip kehati-hatian, menjaga agar selalu mendukung terciptanya keselarasan fiskal, dan memperhatikan kerentanan risiko fiskal,” tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
Pemerintah juga berjanji akan menjaga batasan rasio utang di bawah 60 persen terhadap PDB dan defisit APBN 3 persen terhadap PDB. Ini merupakan cerminan disiplin fiskal agar utang Pemerintah aman dan terkendali.