Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), bersama pengusaha dan serikat pekerja, telah sepakat untuk menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat sebesar 6,5% pada tahun 2025. Kenaikan ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16/2024 tentang Pengupahan.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto, mengungkapkan bahwa keputusan ini sudah dibahas dengan matang oleh Dewan Pengupahan Jawa Barat, yang melibatkan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pakar.
“Sudah selesai, besaran naiknya 6,5 persen, tinggal nunggu ditetapkan hari ini oleh Penjabat (Pj) Gubernur,” ujar Roy, saat dihubungi di Bandung, Rabu.
Setelah penetapan UMP, masing-masing pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat akan mulai membahas Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), dengan batas waktu penyelesaian paling lambat 18 Desember 2024.
Roy juga menambahkan, penetapan UMK harus mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan, yang mengharuskan UMK tidak lebih rendah dari UMP, meskipun bisa lebih tinggi, asalkan disetujui oleh pemerintah daerah dan disahkan oleh gubernur.
“Sepanjang direkomendasikan dan disepakati kabupaten/kota, maka itu disahkan oleh gubernur. Tidak boleh gubernur menurunkan dari usulan teman-teman. Khusus tahun ini berdasarkan Permen, dilarang di bawah 6,5, persen,” katanya.
Kenaikan UMP sebesar 6,5% ini berarti ada tambahan sekitar Rp140.000 dari besaran UMP sebelumnya yang sebesar Rp2.057.000. Dengan kenaikan tersebut, UMP Jawa Barat pada 2025 akan menjadi Rp2.191.000.
“Untuk UMP kenaikannya itu kecil, asalnya Rp2.057.000, kalau naik 6,5 naik menjadi Rp2.191.000, jadi kenaikannya enggak besar cuma Rp140 ribuan kalau kita lihat,” katanya.
Roy pun mengakui bahwa meski kenaikan ini terbilang kecil, pihak serikat pekerja tidak terlalu mempermasalahkannya, mengingat setiap kabupaten/kota di Jawa Barat memiliki UMK masing-masing yang bisa lebih tinggi dari UMP.
“Makanya nanti dilarang merekomendasikan di bawah 6,5 persen,” ucapnya.
Sementara terkait Upah Minimun Sektoral Provinsi (UMSP), kata dia, hingga saat ini masih terjadi ketidaksepakatan, karena dari pengusaha tidak sepakat dengan kenaikan 11,5 persen.
“UMSP kita usulkan 5 persen, karena harus di atas UMP, jadi kalau UMP 6,5 persen, maka harus di atas itu. Kenaikannya UMP 6,5 persen, tambah 5 persen jadi 11,5 persen,” katanya.
Terkait hal itu, Roy mengaku pihaknya akan menunggu sikap dari gubernur apakah akan menerbitkan SK UMSP atau tidak.
“Kita lihat sikap gubernur hari ini, apakah SK UMSP diterbitkan atau enggak. Kalau tidak diterbitkan, maka gubernur melanggar aturan, karena itu wajib,” tuturnya.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News