InfoEkonomi.ID – Indonesia berpotensi menjadi produsen elektronik rumah tangga terbesar kedua setelah Tiongkok jika rencana Hamilton Beach untuk memindahkan pusat produksinya ke tanah air segera terwujud. Dukungan ini disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan, dalam keterangan pers yang diterima pada Jumat (29/09).
“Kementerian Perdagangan mendukung rencana Hamilton Beach untuk menjadikan Indonesia sebagai tempat produksi produk elektronik rumah tangga terbesar setelah Tiongkok,” ujar Bara melalui keterangan yang diterima di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (11/10).
Rencana tersebut dibahas dalam pertemuan antara Kementerian Perdagangan dan Presiden Hamilton Beach Brand, Scott Tidey, pada ajang Trade Expo Indonesia (TEI) 2024 yang diadakan di ICE BSD, Tangerang. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya antara Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Scott Tidey pada 25 Mei 2023 di Detroit, Amerika Serikat.
Dalam pertemuan tersebut, Hamilton Beach dan PT Borine Technology Indonesia menandatangani nota kesepahaman (MoU) senilai 50 juta dolar AS. Bara Krishna Hasibuan mengungkapkan bahwa Hamilton Beach sangat puas dengan kualitas produk elektronik yang dihasilkan Indonesia. Sebagai langkah konkret, perusahaan tersebut berkomitmen untuk meningkatkan pembelian produk Indonesia menjadi 100 juta dolar per tahun.
“Ini sejalan dengan strategi diversifikasi yang dilakukan Hamilton Beach dalam rangkamempertahankan pangsa pasarnya sebagai merek terbesar di kawasan Amerika Utara,” kata Bara.
Sementara itu, Kepala Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) Chicago Dhonny Yudho Kusuma mengatakan, saat ini Hamilton Beach mulai mengalihkan negara pemasok produk elektroniknya dari Tiongkok ke negara kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang akan menjadi salah satu tempat produksi utama.
Proses pengalihan tersebut telah berlangsung sejak 2023. Keputusan pengalihan pusat produksi ke Indonesia ini juga diikuti beberapa perusahaan pesaing Hamilton Beach.
Salah satu faktor yang mendukung pengalihan tersebut, di antaranya infrastruktur Indonesia yang memudahkan pelaku usaha untuk mendapat bahan baku dan melakukan ekspor.
Selain itu, Indonesia masih mendapat fasilitas Generalized System of Preference (GSP) dengan lebih dari 3500 produk mendapatkan tarif 0 persen di bawah GSP.
“Ini menjadi daya saing produk Indonesia, khususnya untuk ekspor tujuan kawasan Amerika Utara,” ucap Dhonny.
































