MENGKONSUMSI suplemen atau vitamin saat kehamilan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan mendukung kesehatan ibu serta perkembangan janin. Salah satu vitamin yang kini menjadi sorotan adalah selenium.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI baru-baru ini mengubah batas maksimum suplemen selenium yang diperbolehkan untuk ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Peraturan BPOM (PerBPOM) Nomor 15 Tahun 2024, batas konsumsi harian suplemen selenium dalam bentuk kombinasi meningkat dari 60 mcg menjadi 65 mcg.
Dalam siaran pers yang dirilis detikcom pada 25 Oktober, BPOM menjelaskan, “Suplemen selenium umumnya diberikan sebagai antioksidan dan bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sekaligus menjaga fungsi kelenjar tiroid.” Penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil membutuhkan sedikitnya 5 mcg selenium lebih banyak dari Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Selenium memiliki peran penting dalam mengurangi risiko preeklamsia, sebuah kondisi komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kadar protein tinggi dalam urine. “Perubahan batasan maksimum ini merupakan tindak lanjut atas masukan yang disampaikan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan,” tambah BPOM.
Berdasarkan data Bank Dunia, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia mencapai 44,2 persen pada 2019, sementara Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan angka yang lebih tinggi, yakni 49 persen. Kementerian Kesehatan sebelumnya telah memberikan suplementasi tablet tambah darah (TTD) selama minimal 90 hari, namun upaya ini masih dianggap kurang efektif.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan multiple micronutrient supplement (MMS) sebagai alternatif TTD, karena MMS terbukti lebih efektif dalam mengurangi risiko bayi lahir dengan berat badan rendah. MMS mengandung lebih banyak zat gizi mikro, termasuk selenium, dibandingkan TTD yang hanya mengandung zat besi dan asam folat.
Saat ini, di Indonesia belum ada regulasi nasional yang mengatur penggunaan MMS. “Hal ini yang mendorong Kemenkes mengajukan permintaan dukungan regulasi untuk perizinan MMS kepada BPOM,” jelas BPOM. BPOM juga berencana melakukan konsultasi publik untuk melibatkan berbagai stakeholder dalam diskusi mengenai MMS, yang termasuk dalam kategori suplemen kesehatan.
Dengan adanya perubahan regulasi ini, diharapkan ibu hamil dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan lebih baik, demi kesehatan mereka dan perkembangan janin yang optimal.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News