PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) atau Tugu Insurance dinilai memiliki modal yang kuat dan prospek positif untuk menghadapi dinamika industri asuransi nasional. Hal ini disampaikan oleh sejumlah analis pasar modal yang menilai kinerja, valuasi, hingga strategi bisnis emiten asuransi anak usaha Pertamina tersebut.
Analis Ajaib Sekuritas, Rizal Rafly, menjelaskan Tugu Insurance memiliki valuasi yang relatif terdiskon dengan fundamental yang solid. Perusahaan dinilai menjadi salah satu pemain utama di segmen asuransi umum, khususnya pada sektor aviasi dan energi, serta memperkuat posisi dengan pertumbuhan segmen ritel yang terus meningkat.
Secara skala, TUGU juga termasuk asuransi umum yang memimpin dari sisi aset maupun total kelolaan investasi.
“Dengan total aset Rp32,6 triliun serta aset investasi mencapai Rp11,4 triliun. TUGU memiliki skala yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan asuransi umum listed lain maupun yang non-listed,” ujar dia seperti dilansir dari laman ANTARA.
Rizal juga menambahkan bahwa pertumbuhan laba bersih historis secara compounding Tugu Insurance tercatat melampaui rata-rata industri asuransi umum.
Sementara itu, analis BCA Sekuritas, Ryan Santoso, menilai Tugu Insurance memiliki keunggulan dari sisi portofolio investasi, terutama pada kelas aset ekuitas. Selain itu, valuasi saham TUGU dianggap murah dengan konsistensi perusahaan dalam membagikan dividen dengan rasio payout di kisaran 40 persen, yang membuatnya atraktif baik secara nominal maupun imbal hasil (yield).
“Bahkan yield dalam dua tahun terakhir di atas bunga deposito di kisaran 6-8 persen. Ini masuk kategori value dan dividend play stock,” kata Ryan.
Ryan menambahkan, meski menghadapi berbagai sentimen makro, industri, dan regulasi, Tugu Insurance dinilai mampu menavigasi sisa tahun 2025 dengan kinerja yang tetap solid.
Lebih lanjut, Tugu Insurance juga menjadi salah satu emiten asuransi umum pertama yang mengimplementasikan PSAK 117. Dari sisi permodalan, perusahaan memiliki ekuitas yang tebal jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku untuk 2026, serta rasio solvabilitas yang berada di atas 120 persen atau lebih tinggi dari rata-rata industri.
“Ekuitas yang tebal jauh di atas ketentuan minimum untuk 2026 disertai rasio solvabilitas di atas kecukupan minimal 120 persen dan rata-rata industri menjadi bekal yang baik untuk sisa tahun 2025 dan ke depan,” tutur Ryan.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News