Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengungkapkan bahwa sekitar 70,5 persen, atau 103 dari 146 perusahaan asuransi dan reasuransi telah memenuhi target ekuitas minimum tahap pertama. Pencapaian ini sejalan dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 yang mengharuskan perusahaan asuransi memenuhi ekuitas minimum pada 2026.
Menurut Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah, target ekuitas minimum tahap pertama tersebut harus dipenuhi paling lambat pada 2026.
Menurut Ogi, untuk tahap kedua yang berlaku pada 2028, OJK mencatat bahwa 66 perusahaan telah memenuhi target ekuitas untuk Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas (KPPE) 1, dan 44 perusahaan lainnya berhasil memenuhi target KPPE 2.
“Adapun untuk tahap 2 di tahun 2028, OJK memantau sudah terdapat 66 perusahaan yang telah memenuhi target ekuitas minimum untuk KPPE (Kelompok Perusahaan Perasuransian berdasarkan Ekuitas) 1, dan 44 perusahaan telah memenuhi target ekuitas minimum untuk KPPE 2,” kata Ogi Prastomiyono, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan monitoring terhadap pemenuhan kewajiban ekuitas tersebut dan akan melakukan assessment atas peluang-peluang yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi dan reasuransi untuk memenuhi ketentuan tersebut.
Pada tahap pertama, setiap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, serta perusahaan reasuransi syariah masing-masing wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp250 miliar, Rp100 miliar, Rp500 miliar, dan Rp200 miliar.
Lebih lanjut, Ogi menjelaskan bahwa pada tahap kedua, perusahaan asuransi dan reasuransi akan dibagi dalam dua kelompok, yakni KPPE 1 dan KPPE 2. Perusahaan yang masuk dalam KPPE 1 diharuskan memiliki ekuitas minimum yang lebih tinggi, seperti Rp500 miliar, Rp200 miliar, Rp1 triliun, dan Rp400 miliar.
Ogi juga menyoroti kewajiban perusahaan asuransi untuk memiliki aktuaris. Hingga 24 Desember 2024, masih ada 9 perusahaan yang belum memiliki atau mengajukan calon aktuaris perusahaan. OJK memastikan akan melakukan pengawasan lebih lanjut terhadap perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi kewajiban ini, termasuk memberikan sanksi dan meminta rencana tindak lanjut.
Pihaknya akan terus memonitor pelaksanaan supervisory action bagi perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut, seperti peningkatan sanksi peringatan yang sebelumnya telah diberikan serta permintaan rencana tindak atas pemenuhan aktuaris perusahaan.
“Selain itu, OJK juga terus melakukan koordinasi secara berkelanjutan dengan Persatuan Aktuaris Indonesia sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikasi aktuaris dalam perspektif supply dari tenaga ahli aktuaris,” ujarnya.
Sedangkan mengenai kewajiban spin off atau pemisahan unit usaha syariah perusahaan asuransi dan reasuransi, Ogi menyampaikan bahwa satu unit usaha syariah perusahaan asuransi jiwa telah memperoleh izin usaha per 6 Januari 2025.
“Selain itu, satu unit usaha syariah perusahaan asuransi umum telah selesai melakukan pengalihan portofolio kepada perusahaan asuransi syariah yang telah ada,” katanya pula.
Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News