Minggu, November 2, 2025
spot_img

Relaksasi Impor Bikin Pelaku Industri “Deg-degan” Lebih dari Kenaikan PPN 12%

Pelaku industri di Indonesia ternyata lebih was-was menghadapi kebijakan relaksasi impor dibandingkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Hal ini diungkapkan Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (30/12).

Menurut Febri, kenaikan PPN yang memang akan memengaruhi harga bahan baku dinilai masih bisa ditoleransi oleh pelaku industri. Apalagi, pemerintah juga menyediakan paket kebijakan ekonomi berupa insentif yang cukup menarik, seperti pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) bagi pekerja industri padat karya dengan penghasilan di bawah Rp10 juta.

- Advertisement -

“Kami baca dari hasil penilaian optimisme pelaku usaha industri, namun demikian kami masih menerima laporan bahwa yang lebih ditakutkan oleh industri adalah kebijakan relaksasi impor dan pembatasan impor yang mengakibatkan pasar domestik banjir produk impor murah,” ujar Febri dalam konferensi pers di Kemenperin, Jakarta Selatan, Senin (30/12).

Baca juga: Benarkah Bayar Pake QRIS Kena PPN 12%? Cek Faktanya di Sini

“Ini lebih ditakutkan oleh industri dibandingkan dengan kenaikan PPN 12 persen,” imbuhnya.

- Advertisement -

Febri mengatakan meski kenaikan tarif PPN itu bisa menaikkan harga bahan baku, industri bisa menyesuaikan tarif dengan cara menurunkan utilisasi dan menaikkan harga jual produk manufakturnya.

Ia tak menampik kenaikan tarif PPN bakal berdampak pada penurunan utilisasi sekitar 2 persen-3 persen. Namun, menurutnya, dampak tersebut tak seberat imbas yang diterima industri akibat kebijakan relaksasi impor.

“Kalau kita bandingkan dengan kebijakan relaksasi impor atau pembatasan impor yang berakibat pada banjirnya pasar domestik karena produk impor, dampaknya itu lebih berat dibandingkan dengan kebijakan kenaikan PPN 12 persen,” tuturnya.

Sebagai gambaran, Febri menjelaskan bagaimana perbedaan dampak dua kebijakan ini terhadap industri manufaktur. Jika suatu produk manufaktur memiliki harga pokok penjualan (HPP) Rp50 ribu, maka dengan PPN 12 persen, harga produk menjadi Rp56 ribu. Meski harga naik, pelaku industri masih bisa menyesuaikan strategi bisnis, seperti menurunkan utilisasi atau menaikkan harga jual produk.

- Advertisement -

“Jadi kami melihat bahwa penurunan IKI (Indeks Kepercayaan Industri) pada bulan Desember masih disebabkan oleh adanya pemberlakuan kebijakan relaksasi impor, dan ini masih membayangi kinerja industri ke depan,” kata Febri.

“Jadi intinya bagi industri, lebih menakutkan kebijakan relaksasi impor dibandingkan dengan kenaikan PPN 12 persen. Apalagi kenaikan PPN 12 persen sudah ada paket kebijakan ekonomi yang mengantisipasi,” tegasnya lebih lanjut.

Lebih lanjut, Febri pun mengungkap revisi kebijakan relaksasi impor sedang dalam proses pembahasan.

“Sedang dalam proses, kebijakan relaksasi impor lagi dalam proses pembahasan,” ucapnya.

Adapun relaksasi kebijakan impor diatur pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Aturan ini awalnya bertujuan untuk memperlancar arus barang di pelabuhan dan mengatasi penumpukan kontainer.

Namun, implementasinya menimbulkan berbagai dampak signifikan bagi industri tekstil nasional. Data menunjukkan adanya lonjakan impor produk tekstil usai regulasi ini diberlakukan. Hal ini menyebabkan persaingan yang semakin ketat bagi produsen lokal.

Cek Artikel dan Berita Lainnya di Google News

Kirimkan Press Release berbagai aktivitas kegiatan Brand Anda ke email sekred@infoekonomi.id

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img