InfoEkonomi.ID –Â Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memutuskan untuk mengundur pengumuman terkait penetapan nilai upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2024.
Pengunduran tersebut dilakukan sebab sidang yang berlangsung selama kurang lebih 4,5 jam, mulai dari pukul 14.00-18.30 WIB itu tidak langsung menemukan satu kesepahaman, bahkan dikatakan alot.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh seluruh pihak yang mengikuti berjalannya sidang, baik dari sisi pakar, pengusaha, maupun serikat pekerja atau buruh.
Rapat tersebut menghadirkan beberapa unsur elemen terkait, seperti pakar independen, universitas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pusat Statistik (BPS), unsur serikat buruh, unsur pengusaha dari Apindo dan Kadin, serta unsur pemerintah.
Pakar dari Fakultas Ekonomi UI, Jaenal Abidin Simanjuntak mengatakan bahwa sidang berjalan cukup alot, terkait dengan penetapan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2024.
“Jadi ada dua kutub atau dua pendapat yang berbeda. Pertama, dari pelaku usaha mengusulkan formula Peraturan Pemerintah (PP) 51/2023 dengan alpha 0,2. Artinya ada kenaikan 20% dari pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi. Itu adalah usulan dari Kadin dan Apindo,” ujar Jaenal saat ditemui di Balaikota DKI Jakarta.
Sementara dari serikat pekerja, lanjutnya, tidak mengikuti format yang termaktub dalam PP 51/2023.
“Mereka punya format sendiri, yaitu inflasi ditambah alpha, ditambah indeks tertentu sekitar 8,15% sehingga totalnya mereka minta tuntutan kenaikkan upah 15%. Tuntutan mereka itu UMP Tahun 2024 sekitar Rp5,6 juta,” jelasnya.
Sedangkan dari unsur pemerintah, kata Jaenal, tetap menggunakan formula PP 51/2023 dengan alpha 0,3.
“Jadi tadi ada tiga usulan dari Dewan Pengupahan DKI Jakarta yang nanti ditetapkan oleh Bapak Pj Gubernur, apakah menggunakan alpha 0,2 atau 20% sebagaimana usulan teman-teman Kadin dan Apindo, atau menggunakan usulan dari serikat pekerja yaitu formula tersendiri yang kenaikannya 15% atau Bapak Pj Gubernur menetapkan usulan pemerintah yaitu alpha 0,3 atau 30%,” tutur dia.
Sementara itu, Dewan Pengupahan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Nurjaman menyampaikan bahwa besaran upah yang diajukan oleh pengusaha adalah sebesar Rp5.043.000, di mana besaran tersebut didapat dari perhitungan yang termaktub dalam PP 51/2023 dengan formula alpha 0,2 atau 20%.
“Ya mudah-mudahan pemerintah DKI Jakarta mengacu kepada harapan kami, pengusaha. Agar kita bisa terus berkarya, berkembang dalam menjalankan roda usaha. Yang kami harapkan itu adalah bagaimana kita bisa melangsungkan usaha sehingga kita ada sustainabilitas terhadap pekerjaan, ada kelangsungan berusaha, dan ada juga kelangsungan bekerja. Itu harapan kami,” kata Nurjaman.
Adapun nanti apabila dari pemerintah DKI Jakarta memutuskan sesuai pengajuan dari pemerintah, yaitu dengan formula alpha 0,3, kata Nurjaman, pihak pengusaha akan mempertimbangkan.
“Tapi kami berharap kepada pemerintah DKI Jakarta untuk memutuskan apa yang kami rekomendasikan dari unsur pengusaha,” ucapnya.
Lebih lanjut, Dewan Pengupahan dari Serikat Pekerja, Dedi Hartono menyampaikan bahwa tujuan pihaknya ngotot dengan kenaikan upah 15% bukan hanya tentang upah semata, lantaran pihaknya ingin menjaga supaya problematika pengupahan di Indonesia bisa diselesaikan dengan baik.
“Karena dampak terkait dengan kebijakan pada akhirnya justru akan membuat masalah pengupahan berlarut dari sisi perbedaan-perbedaan di setiap tahunnya,” kata Dedi.
“Oleh sebab itu, dari serikat pekerja menetapkan alpha itu angkanya kita berikan sekitar 8,15%. Sehingga jika pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi dan ditambah alpha angkanya bisa mencapai 15%,” imbuhnya.
Adapun angka 8,15%, jelasnya, merupakan angka yang telah dirangkum serikat pekerja dari dampak terkait perbedaan upah sektoral. Sehingga ini menjadi satu kesatuan yang dijadikan dasar untuk mempertimbangkan kenaikan upah 15%.
“Angkanya sama dengan yang kita sampaikan di sebelum-sebelumnya, tuntutan pekerja naik 15% dengan angka Rp5,6 juta,” pungkasnya, dilansir dari CNBC Indonesia